Vimanews.id-Asuransi syariah kini menghadapi fase penting, di tengah tekanan persaingan dan aturan modal yang makin ketat.
Untuk bertahan, asuransi syariah perlu memperkuat strategi bisnis sekaligus menjaga kepercayaan publik yang mulai goyah.
Kondisi itu menempatkan asuransi syariah pada titik balik menuju konsolidasi dan keberlanjutan industri di masa depan.
Baca Juga: Kota Tegal Dorong Transisi Energi Lewat Rusunawa Rendah Karbon di Forum APEKSI 2025 Surabaya
Pakar industri, Erwin Noekman, ST, MBA menilai tantangan terbesar bukan hanya efisiensi bisnis, tapi juga rasa percaya masyarakat.
Menurutnya, industri yang berbasis kepercayaan ini harus mampu menunjukkan komitmen amanah dan transparansi kepada publik.
Regulasi baru POJK No. 23/2023 mewajibkan ekuitas minimum Rp100 miliar pada 2026, menjadi beban bagi pemain kecil.
Sebagian perusahaan mulai menyiapkan langkah merger, spin off, atau rights issue untuk memenuhi tuntutan modal minimum.
Erwin menilai merger dapat memperkuat ekuitas dan efisiensi, tapi integrasi pasca-merger sering memunculkan tantangan baru.
Sementara spin off memberi peluang entitas syariah beroperasi mandiri dan fokus pada prinsip keuangan yang berkeadilan.
Baca Juga: Komisi 1 DPRD Kota Tegal Awasi Proyek Sekolah, Tekankan Kualitas dan Target Waktu Pembangunan
Langkah lain seperti bergabung ke KUPA dinilai realistis bagi perusahaan kecil untuk tetap bertahan di ekosistem industri.
Artikel Terkait
OJK Tangkap Pelaku Asuransi Ilegal Di Riau
Pelaku Penembakan Bos Asuransi Kesehatan di AS Tertangkap Saat Sedang Makan di McDonald