kota-tegal

Aturan Baru Migrasi Perizinan Jadi Topik Pembahasan Rakerda HNSI Jateng

Jumat, 21 Juli 2023 | 20:32 WIB

VIMANEWS.ID-TEGAL-Aturan baru terkait migrasi perizinan kapal di bawah 30 gross tonnage (GT) dari pemerintah daerah ke Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) RI menjadi salah satu topik pembahasan dalam Rakerda HNSI Jawa Tengah beberapa hari lalu.

Ketua DPD HNSI Jawa Tengah, Riswanto mengatakan, pemerintah pusat melalui aturan tersebut sebenarnya ingin memfasilitasi kapal 30 GT ke bawah agar bisa melaut melebihi 12 mil.

Karena aturan pemda tidak memperbolehkan nelayan kapal 30 GT ke bawah melebihi jarak 12 mil.

"Tetapi ada beberapa keberatan berupa hal teknis yang dikhawatirkan justru merugikan nelayan," kata Riswanto saat ditemui sejumlah awak media di SPBN Karya Mina Jonggor, Kota Tegal, Jumat (21/7/2023).

Pertama, sambung Riswanto, mereka khawatir aturan itu akan berdampak dengan alokasi BBM subsidi.

"Ketika melakukan migrasi izin nanti harus membeli solar industri. Ternyata dijawab oleh pak dirjen dan jajaran KKP RI, itu tidak akan berdampak pada pencabutan BBM subsidi," jelas Riswanto.

Selanjutnya, para nelayan merasa keberatan jika diwajibkan memasang alat Vessel Monitoring System (VMS). Karena harga VMS dinilai memberatkan bagi nelayan kecil dengan kapal ukuran 30-20 GT ke bawah.

Terkecuali jika alat tersebut diberikan secara gratis oleh KKP RI.

"Kalau ini akan direalisaikan, harapannya ada fasilitas atau pengadaan gratis VMS kepada nelayan izin daerah yang sudah bermigrasi," terangnya.

Terakhir, menurut Riswanto, para pemilik kapal dan nelayan keberatan jika nanti ada dobel pungutan, dari pemda dan KKP RI. Selama ini kapal di bawah 30-20 GT memberikan retribusi ke pemda.

"Khawatirnya saat bermigrasi izin, mereka tetap memberikan retribusi ke pemda dan harus membayar PNBP ke KKP RI,"ungkapnya.

Mereka, lanjut Riswanto, berharap agar jika melakukan migrasi izin, maka hanya dikenakan kewajiban membayar pungutan ke satu pihak saja.

"Harapan lainnya juga, agar pembayaran PNBP yang diterapkan bukan berdasarkan harga patokan ikan, tetapi dengan harga acuan ikan (HAI). Karena HAI sudah meng-include biaya operasional dan sebagainya," ujar Riswanto.

Lebih lanjut Riswanto mengatakan, pihaknya akan mengawal dan mendampingi para nelayan dalam aturan migrasi izin tersebut. Jangan sampai aturan tersebut nantinya justru merugikan nelayan.

"Sesuai tugas, kami bersama pengurus yang lain akan mengawal, membina dan mendampingi para nelayan. Jangan sampai mereka justru diibaratkan atau dirugikan,"pungkasnya.

 

Tags

Terkini