Nasrallah sering kali mengeluarkan retorika anti Israel yang keras. Sehingga Hizbullah terlibat dalam konflik bersenjata dengan Israel, terutama selama perang Libanon di tahun 2006.
Perang ini juga disebut sebagai perang Israel-Hizbullah 2006.
Sedangkan di Libanon dikenal sebagai perang Juli yang berlangsung 34 hari. Konflik dimulai ketika Hizbullah menyerang dan menyandera dua tentara Israel di perbatasan Libanon-Israel pada tanggal 12 Juli 2006.
Hizbullah berusaha untuk menggunakan para tawanan sebagai alat tukar untuk membebaskan tahanan Syiah Libanon yang ditahan oleh Israel.
Kemudian Hizbullah berhasil menguasai wilayah Libanon Selatan yang ditempati oleh mayoritas orang Syiah dan telah menjadi pangkalan militernya selama bertahun-tahun.
Baca Juga: Seperti Ini Cerita Warga Palestina di Indonesia Tentang Gaza Sebelum Dibombardir Israel
Israel menganggap ini sebagai ancaman terhadap keamanan nasionalnya hingga mengeluarkan ultimatum untuk mengusir Hizbullah dari wilayah itu.
Israel justru melakukan serangan udara besar-besaran terhadap Libanon dan blokade maritim lalu menghancurkan infrastruktur serta berakibat pada kematian lebih dari 1000 warga Libanon dan sekitar 1 juta orang mengungsi.
Hizbullah pun membalas dengan meluncurkan ribuan roket ke wilayah Israel Utara termasuk ke kota-kotanya.
Mereka juga terlibat dalam pertempuran dengan pasukan Israel di perbatasan konflik.
Hal ini menghasilkan resolusi Dewan Keamanan PBB 1701 yang menyerukan gencatan senjata dan penarikan pasukan Israel dari Libanon Selatan
Hasan Nasrallah memainkan peran penting dalam konflik ini dengan serangannya terhadap Israel yang mengarah pada dukungan dan simpati di kalangan pendukungnya di seluruh dunia Arab.