Dan yang menjadi fokus kami, lanjut Maruli yaitu yang juga tadi disampaikan ke Kejaksaan.
Mungkin bapak Jaksanya lupa,dihasil pemeriksaan itu, bunyinya:
"Yang bersangkutan (terdakwa red) memiliki mental sedang dan kepribadian sedang dengan profil klinis, terdapat emosi begatif yang berlebihan.
Terdapat psikologis yang aneh dan tedapat pikiran kewaspadaan yang berlebihan," sebut Maruli.
Oleh karenanya pertanyaan kami, kata Maruli, bukan sedang mengatakan ZA ini gangguan mental. Tapi ada gangguan mental sedang.
"Sementara Jaksa tadi tidak menyampaikan informasi dengan jelas. Namun kami percaya Hakim sudah memegang dokumen dan telah membacanya," ujarnya.
Terpisah, Kasi Pidana Umum Kejaksaan Negeri Tegal Priyo Sayogo di ruang kerjanya menjelaskan kasus ini dari awal penyidikan Polisi sudah diarahkan untuk mediasi berdamai.
"Namun pihak pelapor KT tidak mau dan takut bertemu ayah kandungnya," kata Kasi Pidum.
KT pun tidak mau berdamai karena menurutnya hal tersebut sebagai pelajaran untuk ayahnya yang sering memukulnya sejak usia 13 tahun.
Sedangkan terdakwa ZA tidak juga mau mengakui kesalahannya sebagaimana terekam dalam video.
Pihak Kejaksaan, lanjut Kasi Pidum sangat ingin kasus ini dilakukan restorative justice, terlebih ini masalah keluarga anak dan ayah.
"Karena tidak ada titik temu untuk dilakukannya restorative justice maka kasus ini bergulir ke Pengadilan," pungkasnya.