Selain itu, Fikri menyoroti peran pemerintah daerah yang minim. Banyak Pemda tidak memiliki Dinas Kebudayaan khusus dan ragu mengalokasikan anggaran karena khawatir menjadi temuan audit, sehingga situs budaya terbengkalai.
Fikri Faqih juga mengkritisi anggaran Balai Pelestarian Kebudayaan (BPK) yang terus menurun. Padahal lembaga ini memiliki peran strategis dalam penelitian, dokumentasi, dan pelestarian 23 wilayah kerja di seluruh Indonesia.
"Tanpa riset mendalam dan pendekatan teknokratis seperti Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS), banyak situs budaya berisiko rusak akibat eksploitasi berlebihan," tandas Fikri Faqih.
Baca Juga: Cak Imin: Jutaan Peserta BPJS Kesehatan Akan Bebas Tunggakan, Layanan Kesehatan Bisa Diakses Kembali
Konservasi, tegas Fikri Faqih harus berlandaskan ilmu, bukan sekadar wacana.
Lebih lanjut Fikri menyampaikan pelestarian budaya harus menyeimbangkan aspek ekonomi dan konservasi.
Dia pun mengapresiasi pembatasan pengunjung di Borobudur sebagai langkah menjaga daya dukung lingkungan.
Baca Juga: Kasus Sengketa Rumah di Jalan Salak 2, Warga Kraton Mengadu ke DPRD Kota Tegal Cari Keadilan
"Harapannya, revisi UU Pemerintahan Daerah dapat memperkuat peran Pemda dalam pelestarian budaya," katanya.
Dengan dukungan regulasi dan riset yang kuat, imbuhnya, ia yakin cagar budaya Indonesia bisa menjadi kebanggaan di tingkat dunia.***