Agama ini telah ada di Jawa sejak era paleolitik, mesolitik, neolitik dan era megalit.
Kapitayan adalah salah satu bentuk persembahan monoteisme asli Jawa yang dianut dan dijalankan masyarakat Jawa secara turun-temurun dari nenek moyang mereka.
Dulu ketika ditanya tentang agama mereka, jawabannya adalah agama mereka adalah agama dari nenek moyang.
Orang Jawa setempat kerap juga mengidentifikasinya sebagai agama kuno Jawa, agama monoteis Jawa atau agama asli Jawa.
Karena kapitayan ini bersifat monoteis atau percaya hanya kepada Tuhan yang tunggal saja.
Maka dia berbeda dengan kejawen atau Agama Jawa lainnya yang bersifat non monoteistik.
Kemudian secara etimologi kata kapitayan merupakan istilah yang berasal dari bahasa Jawa kuno yang memiliki kata dasar taya.
Baca Juga: Tamu Adalah Raja, Namun Begini Adab Bertamu Dalam Islam yang Harus Dijunjung Tinggi
Taya berarti tak terbayangkan, tak terlihat atau bisa juga berarti mutlak secara harfiah.
Jika dilihat dalam bahasa Sunda kata taya bisa memiliki arti tidak ada atau tiada.
Familiarnya kita sebut dengan te aya atau tidak ada.
Itu berarti kata taya bisa disimpulkan bahwa sesuatu yang tidak dapat dipikirkan atau dibayangkan.
Atau tidak dapat digapai oleh panca indra duniawi manusia.