Vimanews.id-Beberapa hari ini ramai isu terkait organisasi masyarakat (ormas) yang meminta tunjangan hari raya (THR) kepada pengusaha dan masyarakat.
Fenomena ini semakin menjadi perhatian publik karena praktik pemalakan THR oleh oknum ormas kian meresahkan.
Dengan berbagai alasan, seperti dalih sumbangan sukarela atau tradisi tahunan, sejumlah pihak memanfaatkan momentum Idulfitri untuk meminta THR secara paksa, baik kepada pelaku usaha maupun warga biasa.
Baca Juga: Ini Dia Tren Camilan Baru di Tahun 2025, Bisa Jadi Peluang Usaha yang Menjanjikan
Praktik ini tidak hanya melanggar hukum, tetapi juga mencerminkan permasalahan sosial yang lebih kompleks.
Sosiolog dari Universitas Gadjah Mada (UGM), Dr. A.B. Widyanta, S.Sos., M.A., menegaskan bahwa praktik ini tidak dapat dibenarkan, baik dari perspektif sosial maupun hukum.
DIa menjelaskan bahwa meskipun banyak ormas yang bergerak di bidang sosial, ada pula kelompok yang menyalahgunakan identitas ormas untuk melakukan pemalakan terhadap pengusaha.
Baca Juga: Jangan Salah! Kebiasaan ini Bisa Cepat Bikin Gemuk, Salah Satunya Konsumsi Gula dan karbohidrat
“Ini bagian dari praktik pemerasan, baik yang dilakukan secara halus melalui berbagai bentuk tekanan sosial dan permintaan yang tampak bersifat sukarela, maupun secara terang-terangan dengan ancaman langsung yang dapat mengganggu keamanan dan kenyamanan para pengusaha dalam menjalankan bisnis mereka,” ujarnya, Kamis (27/3/2025) dalam laman resmi UGM.
Widyanta juga menegaskan bahwa perusahaan memiliki mekanisme dan aturan tersendiri dalam menjalankan tanggung jawab sosial mereka, sehingga tuntutan dari ormas tidak memiliki dasar yang sah.
Lebih lanjut, Widyanta menjelaskan bahwa fenomena ini tidak terlepas dari faktor sosial dan ekonomi.
Banyak anggota ormas berasal dari kelompok masyarakat dengan pekerjaan tidak tetap atau bersifat kasual.
Artikel Terkait
Disnakerin Kota Tegal Buka Posko Pengaduan THR 18 April-2 Mei 2022
Tuntut Pemberian THR, Ojek Online Bakal Demo Besar-besaran ke Kemnaker