Uang sejumlah Rp 2,8 miliar disetorkan secara setoran tunai ke rekening Bank BCA KCP Kupang Jaya Surabaya atas nama perusahaan tujuannya.
Kemudian, ia meminta surat keterangan kekurangan serah emas dari pegawai butik emas. Dalam suratnya ia mengeklaim, belum menerima emas seberat 1.136 kg atau 1,1 ton atas transaksinya.
Padahal sejatinya, tidak terdapat kekurangan penyerahan emas. Hal ini berdasar faktur resmi yang diterbitkan PT Antam atas pembelian emas Budi Said maupun penerimaan pembayaranya melalui rekening PT Antam.
Jaksa menambahkan, PT Antam tak pernah menetapkan harga resmi penjualan emas sebagaimana harga dalam surat keterangan tersebut, dan tak ada pembayaran dilakukan Budi.
Selanjutnya, Budi menggunakan surat keterangan yang tak benar itu sebagai dasar gugatan perdata ke PT Antam, yang seolah-olah terdapat kekurangan penyerahan emas.
Hingga akhirnya Budi memenangkan gugatannya berdasar putusan Mahkamah Agung (MA) Nomor: 1666 K/Pdt/2022 tanggal 29 Juni 2022.
Jaksa mengungkapkan, terdapat dua kerugian keuangan negara dari perbuatan Budi Said bersama-sama para terdakwa lain.
Pertama, kerugian atas kekurangan emas sebanyak 152,8 kg atau senilai Rp 92,2 miliar dan kerugian dari adanya putusan MA terkait kekurangan penyerahan emas seberat 1,1 ton atau setara Rp 1 triliun lebih kepada Budi Said.
Sehingga total kerugian keuangan negara atas perkara rekayasa pembelian emas oleh Budi Said bersama-sama terdakwa lain di perusahaan emas pelat merah itu sebesar Rp 1,16 triliun.***